SEMIOTIKA
SEMIOTIKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa
dipanjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam semoga
terlimpah curahkan kepada junjungan alam, pembawa kebenaran penumpas kemunkaran
yakni Nabi Muhammad saw. Amiin
Makalah ini diajukan
untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen mata kuliah Kritik Sastra, Dosen ;
Drs. H. A. Wahid Sy, M. Ag dan H. Mawardi, MA.
Kami sangat menyadari
bahwasanya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kepada dosen
bersangkutan dan rekan-rekan untuk memberikan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, serta mengkaji ulang sumber-sumber yang telah menunjang.
Bandung, April 2012
Kelompok 11
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................... 1
Daftar Isi ......................................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan ......................................................................................... 3
Bab II Pembahasan ......................................................................................... 4
A. Pengertian dan sejarah semiotik
.................................................. 4
B. Analisis sastra dengan pendekatan semiotik
................................
9
C. Tanda : penanda,
dan petanda .................................................... 10
D. Tradisi semoitika dalam ranah ilmu
komunikasi ........................ 11
Bab III Penutup ............................................................................................. 13
Kesimpulan ....................................................................................... 13
Daftar Pustaka
.............................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penelitian sastra dengan pandekatan semiotik pada dasarnya merupakan
lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Bahkan strukturalisme
tidak dapat dipisahkan dengan semiotik karena karya sastra itu merupakan
struktur tanda-tanda yang bermakna. Dalam pandangan semiotik, bahasa merupakan
sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain
yang disebut makna. Bahasa sebagai suatu sistem tanda dalam teks kesastraan tidak
hanya menyaran pada sistem makna tingkat pertama , melainkan terlebih pada
sistem makna tingkat kedua. (culler, 1977: 114)
Ilmu semiotik ini menganggap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan
sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan bahasa. Bahasa sebagai
karya sastra sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem
ketandaan yang mempunyai arti.
B. RUMUSAN
MASALAH
- Bagaimana definisi semiotik ?
- Bagaimana menganalisis sastra dengan pendekatan semiotik ?
- Bagaimana jenis – jenis tanda ?
C. TUJUAN
- Untuk mendiskripsikan tentang definisi semiotik
- Untuk menganalisis sastra dengan pendekatan semiotik
- Untuk memaparkan jenis – jenis tanda
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Sejarah
Semiotik
Semiotik
secara etimologi berasal dari kata Yunani semeion
yang berarti ”tanda”. Secara terminologi semiotik dapat didefinisikan sebagai
ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat
dan kebudayaan itu merupakan bentuk dari tanda- tanda. Semiotik juga
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan
tanda-tanda tersebut memiliki arti.
Semiotik
atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah
semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh
ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti
‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari
sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal,
dan sebagainya.
Secara umum, semiotik didefinisikan
sebagai berikut. Semiotics is usually defined as a general philosophical theory
dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which
are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as
well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible
to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which
systematically communicate information or massages in literary every field of
human behaviour and enterprise. (Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori
filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai
bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi.
Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory
[semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh
indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang
secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap
kegiatan dan perilaku manusia).
Awal mulanya konsep semiotik
diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem
tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat
atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang
bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang
menandai’ (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda
(signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain,
penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi,
penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau
didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental,
pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak
merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau
ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda
sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda
dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata
Saussure. Louis
Hjelmslev[1],
seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya
mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental
(petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang
lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan
self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda
masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan
persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific
semiotics). Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut
Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan
asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Semiotik,
atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to
sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi,
dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga
mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang
dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader)
Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktivan pembaca
agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya
sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang
telah ada sebelumnya. sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif,
yang di dalam buku Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotative atau
sistem pemaknaan tataran pertama.
Istilah
semiotika baru digunakan pada abad XVIII oleh Lambert seorang ahli filsafat
Jerman. Orang baru memikirkan secara sitematis tentang penggunaan tanda dan
ramai membahasnya dalam abad XX, kemudian banyak muncul pakar tentang
semiotika. Misalnya Ronald Barthes dalam bukunya “Element de Semioligie (1953),
J- Kriteva di dalam Semiotike (1969), Umberto Eco dalam bukunya A
Theory of Semiotics, dan lain – lain.
Secara
terminologi semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu
ini menganggap bahwa fenomena sosial/masyarakat dan kebudayaan itu merupakan
bentuk dari tanda- tanda. Semiotik juga mempelajari sistem-sistem,
aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
memiliki arti.
Jadi, Semiotik
adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda.[2]
Semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Ilmu ini menganggap bahwa
fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Tanda
mempunyai dua aspek yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signitied). Penanda
adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan
petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya. Dalam
kritik sastra, penelitian semiotik mempunyai analisis sastra sebagai sebuah
penggunaan bahasa yang bergantung pada konvensi-konvensi tambahan dan memiliki
ciri-ciri yang menyebabkan bermacam-macam cara.[3]
Semiotika modern mempunyai dua orang pelopor, yaitu Charles Sanders Peirce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Saussure menyebutkan ilmu
semiotik dangan sebutan semiologi, sedangkan Pierce menyebutkan semiotik
dengan Semiotic. Kemudian nama itu sering dipergunakan berganti-ganti
namun dengan pengertian yang sama.
Pengertian Pendekatan semiotika dipilih karena semiotika merupakan
salah satu pendekatan yang sedang diminati dewasa ini. Semiotika adalah ilmu tanda dan istilah ini berasal dari kata
Yunani yang berarti tanda. (Panuti Sudjiman & Aart van Zoest, 1992). Tanda
bisa terdapat dimana-mana, misalnya: lampu lalu lintas, bendera, karya sastra,
bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena manusia adalah Homo
Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala
yang mengelilinginya (Aart van Zoest, 1978 dan Lavers).
Semiotik biasa didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan
produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang
digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda
visual dan verbal. Awal mula konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinan De
Saussure melalui dikotomi sistem tanda. Konsep ini melihat bahwa makna muncul
karena ada hubungan antara yang ditandai dengan yang menandai.
B.
Analisis sastra dengan pendekatan semiotik
1. Metode Semiotik dalam penelitian sastra
Karya sastra merupakan seni yang mempergunakan bahasa sebagai medianya.
Bahasa berkedudukan sebagai bahan dalam hubungannya dengan sastra, sudah
mempunyai sistem dan konversi sendiri, maka disebut sistem semiotik tingkat
pertama. Sastra mempunyai sistem dan konversi sendiri yang mempergunakan
bahasa, disebut sistem semiotik tingkat kedua. Studi semiotik menurut Premiger
adalah usaha untuk menganalisis sistem tanda-tanda. Misalnya dalam menganalisis
puisi. Puisi merupakan sistem tanda yang mempunyai satuan-satuan tanda seperti
kosakata dan bahasa kiasan. Tanda-tanda mempunyai makna berdasarkan
konvensi-konvensi sastra. Contoh konvensi-konvensi dalam puisi diantaranya
adalah konvensi kebahasaan, konvensi ambiguitas, dan konvensi visual.
Arti dan makna satuan tidak lepas dari konvensi-konvensi sastra pada umumnya.
Konvensi itu merupakan perjanjian masyarakat, baik masyarakat bahasa maupun
masyarakat sastra. Perjanjian tersebut adalah perjanjian tak tertulis
disampaikan secara turun-temurun bahkan kemudian sudah menjadi hakekat sastra
sendiri.
2. Pembacaan Semiotik : Heuristik dan
Hermeneutik ( Retroaktif )
Untuk dapat memberikan makna sajak secara semiotik, pertama kali dapat
dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik ( retroaktif ).[4]
Dalam rangka memahami dan mengungkap “sesuatu” yang terdapat di dalam karya
sastra, dikenal adanya istilah heuristik (heuristic) dan hermeneutik (hermeneutic).
Kedua istilah ini yang secara lengkap disebut sebagai pembacaan heuristik dan
pembacaan hermeneutik, biasanya dikaitkan dengan pendekatan semiotik (lihat Riffaterre,
1980: 4-6). Hubungan antara heuristik dengan hermeneutik dapat dipandang
sebagai hubungan yang bersifat gradasi, sebab kegiatan pembacaan dan atau kerja
hermeneutik haruslah didahului oleh pembacaan heuristik.
Cara kerja hermeneutik untuk penafsiran karya sastra, menurut Teeuw (1984:
123) dilakukan dengan pemahaman keseluruhan berdasarkan unsur-unsurnya dan
sebaliknya, pemahaman unsur-unsur berdasarkan keseluruhannya. Cara kerja
tersebut dilandasi suatu asumsi bahwa karya sastra yang merupakan sebuah
totalitas dan kebulatan makna itu dibangun secara koherensif oleh banyak unsur
intrinsik.
a.
Pembacaan Heuristik
Adalah pembacaan berdasar struktur atau secara semiotik adalah berdasarkan
konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Misalnya dalam sajak, pembaca
heuristik yaitu membaca sajak berdasar struktur kebahasaannya.
b.
Pembacaan Hermeneutik ( Retroaktif )
Adalah pembacaan karya sastra berdasar konvensi sastranya Atau dengan kata
lain pembacaannya hermeneutik adalah pembacaan ulang ( Retroaktif ) sesudah
pembaca heuristrik dengan dengan memberikan konvensi sastranya.
C. Tanda : Penanda,
dan Petanda
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (HOED,
1992:2). Tanda mempunyai 2 aspek : Penanda dan Petanda. Penanda adalah bentuk
formal yang menandai sesuatu. Sedangkan Petanda adalah sesuatu yang ditandai
oleh penanda itu. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang
dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan.
Dalam hubungannya antara penanda dan petanda ada beberapa
jenis tanda yaitu ikon, indeks, dan symbol. Ikon adalah tanda yang paling mudah
dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili.[5]
Ikon adalah suatu tanda yang acuan dengan hubungannya memiliki kemiripan. Dalam
ikon Peirce membagi menjadi tiga, yaitu :
1. Ikon
tipologis adalah tanda yang acuan dengan penghubungnya memiliki kemiripan.
Contoh peta, sketsa, dan globe.
2. Ikon
diadramatik adalah tanda yang memiliki kemiripan nasional. Contoh : dalam
sebuah pagelaran kesenian daerah tempat duduk sudah diatur menurut status
sosial.
3.
Ikon metaforsi adalah tanda yang sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan
acuannya melainkan dua acuan yang diacu oleh tanda yang sama. Contoh dalam
cerita anak si kancil, tanda” kancil mengacu binatang kancil ( sebagai acuan
langsung). Kemudian manusia ( acuan tidak langsung) namun diantara kedua acuan
ini terdapat ciri yang sama yaitu sifat cerdik.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain.[6] Indeks
adalah tanda yang dengan acuanya memiliki kedekatan eksistensi. Contoh:
hari mendung menjadi tanda hujan. Gambaran suasana yang muram dalam pementasan
wayang merupakan indeks tokoh sedang sedih. Symbol adalah tanda yang hubungan
dengan acuan terbentuk secara konvensional. Jadi sudah ada persetujuan antara
pemakai tanda tentang hubungan tanda dengan acuannya. Misalnya peristiwa jabat
tangan, rambu lalu lintas.
D. Tradisi
Semoitika dalam Ranah Ilmu Komunikasi
Tradisi ini melihat
komunikasi sebagai sebuah proses produksi dan pertukaran makna. Mazhab ini
menaruh perhatian serius kepada bagaimana pesan berhubungan dengan penerimanya
dalam memproduksi makna. Message atau pesan dalam mazhab ini disebut sebagai
teks. Dalam kaitannya dengan produk media, seluruh pesan media dalam bentuk
tulisan, visual, audio, bahkan audiovisual sekalipun akan dianggap sebagai
teks. Jangkauan pemaknaan akan sangat tergantung pada pengalaman budaya dari
receiver, yang dalam tradisi semiotik disebut sebagai ‘pembaca’ (reader).
Tradisi semiotika tidak pernah menganggap terdapatnya kegagalan pemaknaan,
karena setiap ‘pembaca’ mempunyai pengalaman budaya yang relatif berbeda,
sehingga pemaknaan diserahkan kepada pembaca. Dengan demikian istilah kegagalan
komunikasi (misscommunication) tidak pernah berlaku dalam tradisi ini, karena
setiap orang berhak memaknai teks dengan cara yang berbeda. Maka makna menjadi
sebuah pengertian yang cair, tergantung pada frame budaya pembacanya .
Charles Sanders Pierce menggunakan teori segitiga makna dalam memahami komunikasi sebagai proses produksi makna. Segitiga ini terdiri dari sign, object dan interpretant.
Charles Sanders Pierce menggunakan teori segitiga makna dalam memahami komunikasi sebagai proses produksi makna. Segitiga ini terdiri dari sign, object dan interpretant.
Salah satu bentuk
tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara
interpretan adalah tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk
sebuah tanda. Jika ketiga elemen makna itu berinteraksi
satu sama lainnya, maka munculah makna yang diwakili oleh tanda itu sendiri.
Keberadaan media menurut Pierce tidak bisa dianggap netral dalam memberikan jasa informasi dan hiburan kepada khalayaknya. Media massa tidak hanya dianggap sekedar sebagai hubungan antara pengirim pesan pada satu pihak dengan penerima pesan di pihak lain. Akan tetapi media dapat dilihat pula sebagai produksi dan pertukaran makna yang menitikberatkan pada bagaimana pesan atau teks harus berinteraksi dengan orang untuk memproduksi makna berkaitan dengan peran teks didalam kebudayaan.
Keberadaan media menurut Pierce tidak bisa dianggap netral dalam memberikan jasa informasi dan hiburan kepada khalayaknya. Media massa tidak hanya dianggap sekedar sebagai hubungan antara pengirim pesan pada satu pihak dengan penerima pesan di pihak lain. Akan tetapi media dapat dilihat pula sebagai produksi dan pertukaran makna yang menitikberatkan pada bagaimana pesan atau teks harus berinteraksi dengan orang untuk memproduksi makna berkaitan dengan peran teks didalam kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Semotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Dalam
pembacaan semiotik dapat menggunakan pembacaan heuristik dan hermeneutik. Namun
yang paling penting dalam semoiotik adalah tanda. Dalam pengertian tanda ada
dua prinsip, yaitu penanda atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan
penanda atau yang ditandai, yang merupakan arti tanda.
Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis tanda yang
pokok, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda hubungan
antara penanda dan petandanya bersifat persamaan bentuk alamiyah. Indeks adalah
tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang
bersifat kausal atau hubungan sebab akibat. Sedangkan simbol adalah tanda yang
tidak menunjukkan hubungan alamiyah antara penanda dan petandanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2002. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurgiyantoro,
Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Pradopo, Rachmat
Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jabrohim,
ed. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita
Graha Pustaka.
Budiman, Kris. 2005. Ikonisitas:
Semiotika Sastra Dan Seni Visual. Yogyakarta:
Buku Baik.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika
Komunikasi. Bandung: Rosda.
Amir Piliang, Yasraf, ,Hiper Semiotika :
Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna,
Jalasutra, Yogyakarta, 2003
Amir Piliang, Yasraf, Dunia Yang Dilipat
tamasya melampaui batas-batas
kebudayaan,
Jalasutra, Yogyakarta, 2004.
Barthes, Roland, S/Z. Penerjemah Richard Miller. New York: Hill and Wang
1974
Budiman, Kris, Semiotika Visual,
Yogyakarta, Buku Baik dan Yayasan Seni Cemeti,
2004.
Fiske, John, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar
Komprehensif, Jalasutra, Yogyakarta, 2006.
Sobur, Alex , Analisis Teks Media Suatu
Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis
Semiotik, Dan Analisis Framing, PT. Remaja Rosda Karya Offset, Bandung,
2006.
Tinarbuko, Sumbo, Semiotika Komunikasi
Visual, Jalasutra, Yogyakarta, 2008.
[1]
Seorang penganut Saussurean.
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 67.
[4] Jabrohim, ed. 2003, Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha
Pustaka, hlm. 80.
[5] Abdul
Chaer, 2002, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 41.
[6] Abdul
Chaer. 2002. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, hlm.
41.
Post a Comment