KRITIK SASTRA FEMINISME
KRITIK SASTRA FEMINISME
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat
dan salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan alam, pembawa kebenaran
penumpas kemunkaran yakni Nabi Muhammad saw. Amiin
Makalah
ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen mata kuliah Kritik
Sastra, Dosen ; Drs. H. A. Wahid Sy, M. Ag dan H. Mawardi, MA.
Kami
sangat menyadari bahwasanya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap
kepada dosen bersangkutan dan rekan-rekan untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, serta mengkaji ulang sumber-sumber
yang telah menunjang.
Bandung, Oktober 2012
Kelompok III
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I - PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG......................................................................................................3
RUMUSAN
MASALAH.................................................................................................4
TUJUAN...........................................................................................................................4
BAB
II - PEMBAHASAN
KRITIK SASTRA
FEMINIS..........................................................................................5
PENGERTIAN
KRITIK SASTRA
FEMINIS................................................................6
METODE
PENDEKATAN KRITIK SASTRA FEMINIS...........................................10
BAB II - PENUTUP
KESIMPULAN...............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dewasa ini di berbagai belahan dunia, perempuan mulai
bangkit mempertanyakan dan menggugat dominasi dan ketidakadilan yang terjadi
dalam sistem patriarkhi. Perempuan selama ini memang telah mengalami
subordinasi, represi, dan marjinalisasi di dalam sistem tersebut, di berbagai
bidang, termasuk di bidang sastra. Dalam sejarah kesusastraan di berbagai
wilayah, kita akan melihat berbagai keadaan yang memiliki persamaan sehubungan
dengan keberadaan perempuan di bidang ini, yakni tersubordinasi dan
termarjinalisasinya keberadaan mereka, baik pada tataran proses kreatif,
kesejarahan, maupun sosial.
Di Indonesia, seperti pernah dikatakan Nenden Lilis A,
keterpojokan perempuan di dunia sastra juga terjadi, meski tak seseksis di
Amerika. Sejarah kesusastraan kita sempat mencatat nama-nama dan karya-karya
perempuan. Tetapi dalam penilaian terhadap karya-karya mereka banyak terjadi
pengabaian. Kritik kesusastraan lebih banyak difokuskan pada karya laki-laki
sehingga pendeskripsian tentang wawasan estetik hanya didasarkan pada apa yang
dicapai oleh laki-laki. Akibatnya, apa yang pernah dicapai perempuan, yang
sebenarnya penting, tidak terjelaskan.
Maria Amin, misalnya. Penyair ini hidup di zaman
Jepang. Saat itu, bentuk puisi kita mulai membebaskan diri dari aturan-aturan
puisi lama dan menerima bentuk puisi Barat yang lebih bebas, terutama dari
Eropa, seperti soneta, dan juga bentuk-bentuk lain seperti dilakukan Chairil Anwar.
Maria Amin tampil dengan sajak berbentuk prosa yang belum dilakukan penyair
sebelumnya. Namun, tak ada kritikus yang melihat hal ini sebagai suatu
fenomena, apalagi menilainya sebagai pembaru puisi Indonesia.
Selain pada tingkat kesejarahan di atas, contoh lain
dapat dilihat secara sosial pada pelibatan penulis-penulis dari kalangan
perempuan dalam even-even sastra. Paling tidak hingga 1990-an, sebelum gencar
desakan-desakan untuk memberi perhatian yang proporsional terhadap perempuan,
even-even sastra sangat jarang melibatkan perempuan. Kasus-kasus lainnya
terlihat dari minimnya perempuan yang terlibat dalam kesusastraan. Selain
minim, usia berkarya mereka pun relatif pendek (pada umumnya mereka berhenti
setelah memasuki lembaga perkawinan). Hal ini menunjukkan bahwa untuk berproses
kreatif, perempuan mengalami hambatan sosiologis.
Kondisi-kondisi timpang di atas, seiring gerakan
feminisme di berbagai belahan dunia dan berkembangnya kajian-kajian perempuan,
dipertanyakan para feminis. Para feminis melihat perlu ada pengkajian dan
penyusunan ulang terhadap kondisi kesusastraan itu dengan apa yang kemudian
dinamakan kritik sastra feminis.
Kritik sastra feminis secara teknis menerapkan
berbagai pendekatan yang ada dalam kritik sastra, namun ia melakukan reinterpretasi
global terhadap semua pendekatan itu. Kritik yang mula-mula berkembang di
Prancis (Eropa), Amerika, dan Australia ini merupakan sebuah pendirian yang
revolusioner yang memasukkan pandangan dan kesadaran feminisme (pandangan yang
mempertanyakan dan menggugat ketidakadilan yang (terutama) dialami perempuan
yang diakibatkan sistem patriarkhi) di dalam kajian-kajian kesusastraan.
2. Rumusan
Masalah
A. Apa
yang dimaksud dengan kritik sastra feminis?
B. Apa
saja kajian kritik sastra feminis?
C. Bagaimana
metode kritik sastra feminis?
3. Tujuan
Mengetahui
tentang definisi kritik sastra feminis, mampu menerapkan kritik sastra feminis
dalam mengkritik sebuah karya sastra tentunya dengan metode kritik sastra
feminis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kritik
Sastra Feminis
Kritik sastra feminis diperkenalkan salah satunya oleh
Soenardjati Djajanegara, untuk menyebut disiplin ilmu kritik sastra yang lahir
sebagai respon atas berkembangluasnya feminisme di dunia. KSF
muncul ketika citra perempuan di dalam karya sastra hampir selalu ditempatkan
sebagai korban, bersifat sentimentalis, dan memiliki kepekaan spiritualitas di
tengah kekuasaan laki-laki yang mengungkung.
Menurut Djajanegara kemunculan kritik sastra ini berawal dari hasrat
pertama yang mendorong munculnya gerakan feminisme dalam sastra adalah adanya
kesadaran dari kaum perempuan bahwa dalam sastra pun perempuan masih tampak
sebagai pihak yang tersubordinasi.[1]
Sedangkan menurut Sugihastuti, kritik sastra feminis yang mempunyai definisi
sebagai kajian sastra yang mengarahkan pada fokus analisis perempuan muncul
dari adanya kenyataan bahwa di dalam karya sastra terdapat permasalahan gender.[2]
Tujuan KSF sebagai pendekatan terhadap karya sastra yang berbasis gender
salah satunya adalah untuk mengeksplorasi konstruksi-konstruksi kultural dari
gender dan identitas perempuan. Sementara, seperti yang dikutip Sugihastuti
pada teori Kuiper diantaranya (1) untuk mengritik kanon karya sastra Barat dan
untuk menyoroti hal-hal yang bersifat standar yang didasarkan pada budaya patriarki;
(2) untuk menampilkan teks-teks yang terlupakan dan yang diremehkan yang dibuat
oleh perempuan; (3) untuk mengokohkan gynocritisme, studi tulisan-tulisan yang
dipusatkan pada perempuan, dan untuk mengokohkan kanon perempuan; serta (4)
untuk mengeksploitasi konstruksi-konstruksi kultural dari gender dan identitas.[3]
2. Pengertian
Kritik Sastra Feminis
Secara
garis besar Culler (1983) menyebutnya sebagai reading as a woman,
membaca sebagai perempuan. Yoder (1987) menyebut bahwa kritik sastra feminis
itu bukan berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan , atau
kritik tentang pengarang perempuan; arti sederhana kriti sastra feminis adalah
pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis
kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan kita.[4]
Secara etimologi feminis berasal dari kata femme
(women) berarti perempuaan (tunggal) yag bertujuaan untuk memperjuangkan
hak-hak kaum perempuaan (jamak). Sebagai kelas social. Dalam hubngan ini perlu
dibedakan antara male dan female yang ditentukan secara kodrati sebagai aspek
perbedaan biologis dan sebagai hakikat ilmiah bisda dikatakan male dan female
mengacu pada seks. Sedangkan maskulin dan feminine mengacu pada jenis kelamin
atau gender sebagai he dan she dalam aspek perbedaan fsikologi dan kutlural.
Juga sebagai hasil pengaturan kembali infrastruktur material dan super struktur
idiologis, seseorang tidak dilahirkan sebagai perempuaan tetapi menjadi
perempuaan bukan sebagai perempuaan yang mempunyai konstruksi negatif,
perempuaan sebagai makhluk takluk, perempuaan yang terjerat dalam dikotomi
sentral narginal, superior inferior. Jadi tujuan feminis adalah keseimbangan
dan interelasi gender. Dalam pengertiaan yang lebih luas adalah gerakan kaum
wanita untuk menolak segala bentuk yang di marginalisasikan, disubordinasikan
dan direndahkan oleh kebudayaan yang dominan, baik dalam bidang pendidikan,
ekonomi, politik, maupun pada kehidupan sosial pada umumnya.dalam pengertiaan
sastra cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses
produksi maupun resepsi. Emansioasi wanita dengan demikiaan merupakan slah satu
aspek dengan kaitannya dengan persamaan hak (kesetaraan gender).
Banyak para kritikus melihat bahwa dalam membedah
karya sastra dengan menggunakan pendekataan feminis lebih cendrung kepada
kritik sosial kultural dimana ada sesosok perempuaan yang termarjinalkan,
perempuaan makhluk lemah yang mempunyai anggapan negatif dalam berbagai aspek
kehidupan dan itu yang membuat ia terbelenggu dan perlu sebuah pendekatan yang
baik dalam penyelesaiaan diskursus ini yakni dengan pendekatan kritik feminis.
Secara teoritis kritik ini menitik beratkan pada ilmu
sastra, feminisme berhubungan dengan konsep kritik sastra feminis, yaitu studi
sastra yang mengarahkan fokus analisis kepada perempuan. Jika selama ini
dianggap dengan sendirinya bahwa yang mewakili pembaca dan pencipta dalam
sastra Barat adalah laki-laki, kritik sastra feminis menunjukkan bahwa pembaca
perempuan membawa persepsi dan harapan ke dalam pengalaman sastranya. Prinsip
dasar pandangan kritik feminis adalah untuk memahami suatu ilmu pengetahuan
baru yang timbul karena adanya kmponen genus yang dari tidak kasat mata muncul
menjadi kasat mata dalam berbagai wacana yang dihasilkan oleh bidang ilmu
humanitas dan sosial.Yoder menyebutkan, bahwa kritik sastra feminis bukanlah
berarti pengkritik perempuan, atau kritik tentang perempuan, atau kritik
tentang pengarang perempuan; arti sederhana kritik sastra feminis adalah
pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus, kesadaran bahwa ada jenis
kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan. Jenis
kelamin inilah yang membuat banyak perbedaan di antara semuanya, yang juga
membuat perbedaan pada diri pengarang, pembaca, perwatakan, dan pada faktor
luar yang mempengaruhi situasi karang-mengarang.
Adapun jenis-jenis kritik sastra feminis yang berkembang di masyarakat
adalah :
a. Kritik
Ideologis
Kritik sastra feminis ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis,
sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta
stereotipe seorang wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti
kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak
diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan.
b. Kritik
yang mengkaji penulis-penulis wanita
Dalam ragam ini termasuk penelitian tentang sejarah karya sastra wanita,
gaya penulisan, tema, genre, dan struktur penulis wanita. Di samping itu,
dikaji juga kreativitas penulis wanita, profesi penulis wanita sebagai suatu
perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi penulis wanita.
c. Kritik
sastra feminis sosialis
Kritik ini meneliti tokoh-tokoh wanita dari sudut pandang sosialis, yaitu
kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis mencoba mengungkapkan bahwa kaum
wanita merupakan kelas masyarakat yang tertindas.
d. Kritik
sastra feminis-psikoanalistik
Kritik ini diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis
percaya bahwa pembaca wanita biasanya mengidentifikasikan dirinya dengan atau
menempatkan dirinya pada si tokoh wanita, sedang tokoh wanita tersebut pada
umumnya merupakan cermin penciptanya.
e. Kritik
feminis lesbian
Jenis ini hanya meneliti penulis dan tokoh wanita saja. Ragam kritik ini
masih sangat terbatas karena beberapa factor, yaitu kaum feminis kurang
menyukai kelompok wanita homoseksual, kurangnya jurnal-jurnal wanita yang
menulis lesbianisme, kaum lesbian sendiri belum mencapai kesepakatan tentang
definisi lesbianisme, kaum lesbian banyak menggunakan bahasa terselubung. Pada
intinya tujuan kritik sastra feminis-lesbian adalah pertama-tama mengembangkan suatu
definisi yang cermat tentang makna lesbian. Kemudian pengkritik sastra lesbian
akan menentukan apakah definisi ini dapat diterapkan pada diri penulis atau
pada teks karyanya.
f. Kritik
feminis ras atau etnik
Kritik feminis ini berusaha mendapatkan pengakuan bagi penulis etnik dan
karyanya, baik dalam kajian wanita maupun dalam kanon sastra tradisional dan
sastra feminis. Kritik ini beranjak dari diskriminasi ras yang dialami kaum wanita
yang berkulit selain putih di Amerika (Saraswati, 2003: 156).
Kajian sastra feminis mempunyai dua fokus. Pertama, menggali, mengkaji
serta menilai karya penulis-penulis perempuan dari masa silam. Mereka
mempertanyakan tolok ukur apa saja yang dipakai pengkritik sastra terdahulu
sehingga kanon sastra didominasi penulis laki-laki. Tujuan kedua mengkaji
karya-karya tersebut dengan pendekatan feminis. Ketiga, pengkritik sastra
feminis terutama berhasrat mengetahui bagaimana cara menerapkan penilaian
estetik, di mana letak nilai estetiknya serta apakah nilai estetik yang telah
dilakukan sungguhsungguh sah. Singkatnya menilai tolok ukur yang digunakan
untuk menentukan cara-cara penilaian lama.
Berdasarkan ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa apa yang dikehendaki
pengkritik sastra feminis adalah hak yang sama untuk mengungkapkan makna-makna
baru yang mungkin berbeda dari teks-teks lama.
Pendekatan feminisme adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan fokus
perhatian pada relasi jender yang timpang dan mempromosikan pada tataran yang
seimbang antar laki-laki dan perempuan.[5]
Feminisme bukan merupakan pemberontakan kaum wanita kepada laki-laki, upaya
melawan pranata sosial, seperti institusi rumah tangga dan perkawinan atau
pandangan upaya wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagai upaya
untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih, 2000: 5).
Feminisme muncul akibat dari adanya prasangka jender yang menomorduakan
perempuan. Anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan
mengakibatkan perempuan dinomorduakan. Perbedaan tersebut tidak hanya pada
kriteria sosial budaya. Asumsi tersebut membuat kaum feminis memperjuangkan
hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan dengan tujuan agar kaum perempuan mendapatkan
kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki.
3.
Metode Pendekatan Kritik
Sastra Feminis
Abad 20, seperti pernah dinyatakan Noami Wolf,
seorang feminis dari Amerika, sebagai era baru bagi perempuan, atau ia
menyebutnya era gegar gender, era kebangkitan perempuan. Gaung kebangkitan itu
memang terus berkembang hingga sekarang. Di berbagai belahan dunia, perempuan
mulai bangkit mempertanyakan dan menggugat dominasi dan ketidakadilan yang
terjadi dalam sistem patriarkhi. Perempuan selama ini memang telah mengalami
subordinasi, represi, dan marjinalisasi di dalam sistem tsb. di berbagai
bidang. Termasuk di bidang sastra.
Kritik sastra feminis secara teknis menerapkan
berbagai pendekatan yang ada dalam kritik sastra, namun ia melakukan reinterpretasi
global terhadap semua pendekatan itu. Kritik yang mula-mula berkembang di
Prancis (Eropa), Amerika, dan Australia ini merupakan sebuah pendirian yang
revolusioner yang memasukkan pandangan dan kesadaran feminisme (pandangan yang
mempertanyakan dan menggugat ketidakadilan yang (terutama) dialami perempuan
yang diakibatkan sistem patriarkhi) di dalam kajian-kajian kesusastraan.
Dengan kritik itu diharapkan penyusunan
sejarah, penilaian terhadap teks-teks yang ditulis perempuan menjadi lebih adil
dan proporsional. Oleh karena itu, seperti dijelaskan Djajanegara, terdapat dua
fokus di dalam kritik ini. Fokus pertama adalah pengkajian ulang sejarah
kesusastraan, termasuk mengkaji lagi kanon-kanon yang sudah lama diterima dan
dipelajari dari generasi ke generasi dengan tinjauan feminis dan menggali
kembali karya-karya dan penulis-penulis dari kalangan perempuan yang
ter(di)pendam selama ini.
Fokus kedua, mengkaji kembali teori-teori dan
pendekatan tentang sastra dan karya sastra yang ada selama ini dan tentang
watak serta pengalaman manusia yang ditulis dan dijelaskan dalam sastra. Selama
ini para feminis melihat ada pengabaian terhadap pengalaman-pengalaman
perempuan. Di sini, kritik sastra feminis menyediakan konteks bagi penulis
perempuan yang mendukung mereka agar mampu mengungkapkan pengalaman, perasaan,
dan pikiran yang selama ini diredam.
Akan tetapi, perlu dicatat, seperti
gerakan/ideologi feminis itu sendiri yang tidak monolitik (terdiri atas
berbagai aliran), kritik sastra feminis yang memang tumbuh dari gerakan ini,
juga tidak monolitik. Feminisme terdiri atas aliran-aliran liberalis, marxis,
sosialis, eksistensialis, psikoanalitik, radikal, postmodern, dll. yang
masing-masing memiliki perbedaan pandangan/penekanan dan tak jarang
bertentangan. Ada feminisme yang sangat maskulin, ada yang anti-maskulin, ada
pula yang ingin menjadi partner dengan maskulinitas.
Hal ini berpengaruh pula di dalam cara
memandang, menilai, dan menetapkan kriteria-kriteria kesusastraan yang sesuai
dengan pandangan feminisme. Tokoh-tokoh seperti Helena Cixous, Virginia Wolf,
Kate Millet, dll. yang merupakan kritikus sastra feminis berasal dari aliran
yang berbeda. Cixous misalnya, penganut feminisme postmodern, Wolf adalah
seorang feminis marxis, dan Millet seorang feminis radikal. Keberagaman itu
dapat saling mengisi, tapi dapat bertentangan dalam pengejawantahannya dalam
kritik sastra feminis.
Berdasarkan keberagaman ini, dalam kritik
sastra feminis ditemukan kritik gynocritics, kritik sastra feminis ideologis,
marxis, psikoanalitik, dll. Gynocritics melakukan kajian terhadap sejarah karya
sastra perempuan, gaya penulisan, tema, genre, dan struktur tulisan wanita yang
lebih menekanan perbedaannya dengan tulisan laki-laki. kritik sastra feminis
Ideologis memusatkan perhatian pada cara menafsirkan teks yang melibatkan
pembaca perempuan. Yang dikaji adalah citra/stereotip perempuan dan meneliti
kesalahpahaman mengenai perempuan. kritik sastra feminis sosialis/marxis
melihat tokoh-tokoh perempuan dalam karya sastra dari sudut kelas-kelas
masyarakat, dan kritik sastra feminis psikoanalitik menolak teori Sigmund Freud
dalam pengkajian karya sastra. Masih banyak ragam lainnya, seperti kritik
sastra feminis lesbian, dan ras (etnik).
Feminisme dan kritik sastra feminis membawa
angin segar dalam perkembangan kesusastraan. Di berbagai wilayah, berkat usaha
para kritikus feminis, para perempuan dan karyanya mulai dipertimbangkan dengan
adil. Banyak karya perempuan yang awalnya oleh para kritikus tradisional
dianggap bukan kanon, setelah melalui pengkajian dari sudut feminisme diterima
masyarakat sebagai kanon. Karya Mary Ann Cross (George Eliot) di Inggris adalah
salah satu contohnya.
Angin segar itu misalnya terasa dari
kajian-kajian gynocritics dari berberapa kritikus sastra, antara lain oleh
Korrie Layun Rampan berupa penyusunan antologi dan pengkajian karya-karya
khusus perempuan yang sangat membantu penyusunan ulang sejarah kesusastraan
dalam hubungannya dengan keberadaan perempuan, peningkatan pemberian kesempatan
terhadap perempuan dalam kegiatan-kegiatan sastra (meski belum imbang antara
laki-laki dan perempuan), dan kritik yang lebih objektif dalam melihat
keunggulan karya perempuan sehingga saat ini karya perempuan diperhitungkan dan
menempati kanon-kanon sastra.
Di sini pun perlu dipertanyakan mengapa
kritik ini sangat jarang dipergunakan untuk menganalisis karya laki-laki.
Padahal menurut sejarahnya, kritik ini juga diterapkan pada karya laki-laki
untuk melihat bagaimana laki-laki mencitrakan perempuan dalam cerita-cerita rekaannya.
Di Indonesia, hingga saat ini, belum ada penelitian mendalam terhadap
penggambaran citra-citra perempuan dalam karya laki-laki. Yang ada selama ini
baru sebatas dugaan. Kajian mendalam ke arah ini tampaknya akan bermanfaat
untuk membantu penyadaran masyarakat terhadap kesetaraan dan keadilan gender.
Semoga kritik ini tidak hanya digunakan sebagai mode, tapi sebagai sebuah
kesadaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra yang
lahir sebagai respon atas berkembangnya feminisme di berbagai penjuru dunia.
Kritik sastra feminisme merupakan aliran baru dalam sosiologi sastra. Lahirnya
bersamaan dengan kesadaran perempuan akan haknya. Inti tujuan feminisme adalah
meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan
kedudukan serta derajat lakilaki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk
mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah
memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki.
Kritik sastra feminisme berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa
silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan
wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan,
serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan. Kedua hasrat tersebut
menimbulkan berbagai ragam cara mengkritik yang kadang-kadang berpadu.
Misalnya, dalam meneliti citra wanita dalam karya sastra penulis wanita,
perhatian dipusatkan pada cara-cara yang mengungkapkan tekanan-tekanan yang diderita
tokoh wanita. Oleh karena telah menyerap nilai-nilai patriarkal, mungkin saja
seorang penulis wanita menciptakan tokoh-tokoh wanita dengan stereotip yang
memenuhi persyaratan masyarakat patiarkal. Sebaliknya, kajian tentang wanita
dalam tulisan laki-laki dapat saja menunjukkan tokoh-tokoh wanita yang kuat dan
mungkin sekali justru mendukung nilai-nilai feminis. Di samping itu, kedua
hasrat pengkritik sastra feminis memiliki kesamaan dalam hal kanon sastra.
Kedua-duanya menyangsikan keabsahan kanon sastra lama, bukan saja karena menyajikan
tokoh-tokoh wanita stereotip dan menunjukkan rasa benci dan curiga terhadap
wanita, tetapi juga karena diabaikannya tulisan-tulisan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Djajanegara,
Soenardjati. 2003. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Sugihastuti.
2003. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar
Terkembang. Banding:
Kataris.
Sugihastuti.
2005. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sumardjo,
Jakob & K. M, Saini. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia
Pustaka Utama.
[1] Soenardjati Djajanegara. 2003. Kritik Sastra
Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 27.
[2] Sugihastuti.
2005. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, hlm. 29.
[3] Sugihastuti. 2005. Kritik
Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm.
68.
[4] Sugihastuti Suharto, Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya,
Cetakan III, 2010, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 5.
[5] Soenardjati
Djajanegara. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, hlm. 27.
Post a Comment