PRINSIP-PRINSIP ISLAM TENTANG KONSUMSI

PRINSIP-PRINSIP ISLAM TENTANG KONSUMSI


A.    PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang ajarannya mengatur segenap perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, islam mengatur bagaimana manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna bagi kemaslahatan hidupnya. Seluruh aturan islam mengenai aktivitas konsumsi di atas terdapat dalam al-quran dan as-sunnah. Jika manusia dapat melakukan aktivitas konsumsi sesuai dengan ketentuan al-quran dan as-sunnah, maka ia akan menjalankan konsumsi yang jauh dari sifat hina. Perilaku Konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Quran dan as-sunah ini akan membawa pelakunya mencapai keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
Sebuah mekanisme yang terkadang tanpa pernah kita sadari lebih dari berjuta-juta komoditi atau jasa tersedia, tetapi kita berhasil untuk memilih rangkaian barang dan jasa tersebut. Ketika membuat pilihan kita membuat penilaian tertentu tentang nilai relative segala komoditas yang berjuta-juta jenis tersebut.Sekitar 500 tahun setelah hijrahnya Rasulullah, Imam Al-ghazali , telah mampu menuliskan bagaimana fungsi kesejahteraan, utilitas (kepuasan) dan Maximizer seorang muslim terbentuk. Fungsi utilitas, atau kepuasan yang merupakan penentu apakah sebuah barang lebih disukai atau tidak dibandingkan dengan barang lain. Dengan demikian, teori konsumsi sangatlah dipengaruhi oleh fungsi utilitas.
B.     DASAR HUKUM PERILAKU KONSUMEN
Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada sang khalifah agar dpergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Salah satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada sang khalifah adalah kegiatan ekonomi  (umum) dan lebih sempit lagi kegiatan konsumsi (khusus).
Hasan Sirry menyatakan bahwa sumber hokum tersebut terdiri dari dua bagian: a). Sumber yang berasal dari ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Rosul, dan b). Ijtihad para ahli fiqih yang disesuaikan dengan keadaan zaman, tempat/kedudukan dan lingkungan social.[1]
a.      Sumber yang Berasal dari ayat-ayat al-Quran dan Sunnah Rosul
1.      Sumber Hukum yang ada dalam al-Quran yang menunjukan dasar
Sumber hokum konsumsi yang tercantum dalam al-Quran adalah, yang artinya:
Makanlah dan minumlah , namun jangnlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.[2]
2.      Sumber yang ada dalam Sunnah rasul
Sementara itu, sumber yang berasal dari hadits Rasul adalah,
Artinya:
Abu said al-Chodry r.a, berkata: ketika kami dalam bepergian bersama Nabi saw, mendadak dating seseorang berkendaraan , sambil menoleh ke kanan-ke kiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka Nabi bersabda: “siapa yang mempunyai kelebihan kendaraaan harus dibantukan pada yang tidak mempunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal harus dibantukan pada orang yang tidak berbekal. “kemudian Rasulullah menyebut berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seorang tidak berhak memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya.

b.      Ijtihad Para Ahli Fiqih
Ijtihad berarti meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit bnyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Misalnya dalam menentukan hokum terhadap zakat fitrah yang dilaksanakan sebelum dan sesudah idul fitri. Mannan menyatakan bahwa sumber hokum ekonomi islam (termasuk di dalamnya terdapat dasar hokum tentang perilaku konsumen) ada empat macam; al-Quran, as-Sunnah, al-Hadits, Ijma,serta qiyas dan Ijtihad. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa al-Quran merupakan amanat sesungguhnya yang disampaikan Allah swt. Melalui ucapan nabi Muhammad saw untuk membimbing umat manusia. Amanat ini bersifat universal, abadi dan fundamental.

C.    KETENTUAN ISLAM DALAM KONSUMSI
Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal Syariah. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak aka nada syariah lain yang dating untuk menyempurnakannya.[3] Komprehensif berarti syariah islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadat) maupun social (muamalat). Universal bermakna dapat dterapkan pada setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Kerangka kegiatan muamalah secara garis besar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian besar, yaitu politik, social dan ekonomi. Dari bidang ekonomi diambil tiga turunan lagi yaitu: konsumsi, simpanan dan investasi.
Berbeda dengan system lainnya, islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan tidak juga keterlaluan, lebih lanjut Al-quran melarang terjadinya perbuatan tabzir dan mubazir.
Konsumsi adalah permintaan sedangkan produksi adalah penyediaan. Kebutuhan konsumen yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan insentif pokok bagi kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga member insentif untuk meningkatkanya. Hal ini berarti bahwa pembicaraan mengenai konsumsi adalah penting dan hanya para ahli ekonomi yang mempertunjukan kemampuannya untuk memahami dan menjelaskan prinsip produksi dan konsumsi.
Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dan pola konsumsi modern. Islam berusaha mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini. Untuk menghasilkan energy manusia akan selalu mengejar cita-cita spiritualnya. Menurut Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dkendalikan oleh lima prinsip, yaitu:
1.      Prinsip Keadilan
2.      Prinsip Kebersihan
3.      Prinsip kesederhanaan
4.      Prinsip kemurahan Hati
5.      Prinsip Moralitas.[4]
Lebih lanjut, Mannan menjelaskan, bahwa aturan pertama mengenai konsumsi terdapat dalam Al-quran, yang artinya:
Hai sekalian manusi, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.[5]
Syarat ini ini mengandung arti ganda, baik mengenai mencari rezeki secara halal dan yang dilarang menurut hokum. Syarat kedua tercantum dalam kitab suci al-Quran maupun as-sunnah, yaitu: makanan harus baik atau cocok untuk dimakan , tidak kotor ataupun menjijikan sehingga merusak selera. Oleh karena itu tidak semua yang di perkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
Prinsip ketiga, yang mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman adalah sikap tidak berlebihan yang berarti janganlah makan secara berlebihan.[6] Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebihan tentu aka nada pengaruhnya pada pencernaan perut. Praktek memantangkan jenis makan tertentu, dengan tegas tidak dbolehkan dalam islam.
Prinsip keempat adalah kemurahan hati; dengan berpegang dan mentaati syariat islam dan tidak ada bahaya maupun dosa ketika makan makanan dab minum minuman yang halal yang disediakan Allah karena kemurahannya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah allah dengan keimanan yang kuat dalam tuntutannyadan perbuatan adil yang sesuai dengan itu, dengan menjamin persesuaian bagi semua perintah-nya. Allah berfirman, yang artinya:
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang dalam perjalanan, dan dihramkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepad Allah yang kepadanyalah kamu akan dikumpulkan.[7]
D.    PERILAKU KONSUMEN MUSLIM
            Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Norma Islam adalah memenuhi kebutuhan manusi. Secara hirarkisnya, kebutuhan manusia meliputi; keperluan, kesenangan, dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, islammenyarankan agar manusia dapat bertindak ditengah-tengah (moderity) dan sederhana (simplisity). Banyak norma-norma penting yang berkaitan dengan larangan bagi konsumen, di antaranya adalah ishraf dan tabdzir,[8] juga norma yang berkaitan dengan anjuran untuk melakukan infak.[9]
Ishraf berarti mengeluarkan pembelanjaan yang tidak memilki manfaat dan dilarang menurut hokum Islam. Pembelanjaan yang di anjurkan dalam islam adalah yang digunakan untuk memenuhi “kebutuhan” dan dilakukan dengan cara rasional. Ishraf dilarang dalam al-quran. Tabzir berarti membelanjakan uang untuk sesuatu yang dilarang menurut hokum islam.
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim. pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran yang dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan duniawinya dan keluarga (pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun memilki efek pada pahala di akhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan semata-mata bermotif mencari akhirat.
a.       Etika Konsumen
Islam adalah agama yang sarat etika.Pembicaraan mengenai etika islam banyak dikemukakan oleh para ilmuwan. Sedang pengembangan yang sistematis dengan latar belakang ekonomi tentang system etika islam secara garis besar dapat dibagi menjadi 4 pokok aksioma sebagimana dikupas oleh Naqfi. Naqfi mengelompokan ke dalam 4 aksioma pokok, yaitu: tauhid, keadilan, kebebasan berkehendak dan pertanggungjawaban.
b.      Prioritas Konsumsi
Islam mengajarkan bahwa manusia selama hidupnya akan mengalami tahapan-tahapan dalam kehidupan. Secara umum tahapan kehidupan dapat dkelompokan menjadi dua tahapan yaitu: dunia dan akhirat. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal ini berarti pada saat seseorang melakukan konsumsi harus memiliki nilai dunia dan akhirat. Dengan demikian maka yang lebih diutamakan adalah konsumsi untuk dunia atau konsumsi untuk akhirat.
Secara sosiologis, manusia merupakan makhluk yang memilki aspek pribadi dan aspek social. Aspek-aspek ini juga harus mendapatkan perhatian, sehingga dalam kehidupannya tidak terjadi ketimpangan, baik secara pribadi maupun secara social.
Sebagai makhluk pribadi dan social, maka manusia juga memilki sasaran konsumsi. Sasaran konsumsi tersebut adalah:
1.      Konsumsi bagi diri sendiri dan keluarga
2.      Konsumsi sebagai tanggung jawab social
3.      Tabungan
4.      Investasi
5.      Zakat dan konsumsi sosial

BAHAN BACAAN
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami. Jakarta, Rajagrapindo Persada, 2012
____________________.  Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Gema Insan
                                          ,. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Rajawali Pers, Jakarta,    2004.
____________________,  Ekonomi Makro Islami. Rajawali Pers, Jakarta, 2011
Muhamad. Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Islam, Salemba Empat, Jakarta, 2002.
_________, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta, BPFE, 2004
M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi. Jakarta, Kencana perenada Media Grup, 2010
Muhammad Abdul Manan. Teori & Praktek Ekonomi Islam. Dana Bakti Wakaf. Yogyakarta, 1997.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Bina Insan Press, Jakarta, 2003.
Murthada Muthahhari. Pandangan Islam Tentang Asuransi & Riba. Pustaka Hidayah, Bandung, 1995.
Mustafa Edwin Nasution, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Kencana, Jakarta, 2007.
M. Umer Chafra. Islam & Tantangan Ekonomi. Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
                           .Sistem Moneter Islam. Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
Nurul Huda, dkk. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis. Kencana, Jakarta, 2008.
Prathama Rahardja & Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi, Mikro Ekonomi & Makro Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2008
P3EI UII Yogyakarta. Ekonomi Islam. Rajawali Pers, Jakarta, 2008
Rimsky K. Judisseno. Sistem Moneter dan Perbankan Di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.



[1] Hasan Siry (1991) dalam Mohammad Miftahul Hidayat, “Teori Konsumsi Berorientasi Teologis Etis”
[2] Q.S:7:31
[3] Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, Jakarta, Gema insane Press, 2001, hlm 4
[4] Muhammad Abdul mannan, Teori dan Praktek ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997, hlm 29
[5] Q.S: 2: 168.
[6] Q.S: 7: 31
[7] Q.S; 5: 96
[8] Q.S.; 17;27. Q.S: 7:31
[9] Q.S: 2:2

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. INFORMASI PENGETAHUAN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template | Distributed By: BloggerBulk
Proudly powered by Blogger